Seorang fotografer profesional biasanya sudah banyak bertemu dengan berbagai macam subjek dari berbagai macam kondisi, dan pekerjaan. Tentunya mereka semua memliki kisahnya masing-masing yang diabadikan dalam foto.
Seorang fotgrafer akan mendapatkan keuntungan dari hasil foto-foto mereka, misalnya dari hasil cetak foto, pameran, buku, dan ga jarang yang mendapatkan ketenaran. Sedangkan dari sisi subjek yang difoto, mereka mungkin tidak mendapatkan apapun, bahkan mungkin bisa saja merasa dieksploitasi. Agak lebai yah, cuma bisa jadi loh Sobat KEE.
Berita baiknya, banyak fotografer yang juga memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap subjek mereka. Mereka tidak hanya memikirkan keuntungan untuk diri mereka sendiri, tetapi mereka juga menjadikan pekerjaan mereka sebagai alat untuk berdaya sosial, baik itu untuk lokasi pemotretan atau subjek mereka.
Pria tua di Kuil Divine Madman, Punakha, Bhutan.
Photo by : Graeme Green
Untuk mendapatkan foto yang bagus kita perlu benar-benar mengenal subjek, sehingga bisa menceritakan kisahnya dengan tepat. Ga jarang kalau banyak fotografer yang menghabiskan banyak waktu bersama mereka sebelum memotretnya, bahkan mereka merasa seperti sebuah keluarga. Misalnya seperti fotografer Reihann yang memotret 54 suku di Vietnam. Ia tinggal sejak tahun 2011 di sana. Hasil fotonya dipamerkan dalam galeri seni Precious Heritage di Hoi An. Selain itu, ia memberikan sebuah perahu kepada Madam Xong, perempuan yang terdapat dalam sampul buku pertamanya. Ia juga membantu membelikan sapi, sepeda untuk subjeknya dan turut berkontribusi untuk pendidikan, kesehatan, dan perbaikan rumah mereka. Mungkin nanti akan ada yang nyinyir, ah kalo gitu sama dengan membiasakan orang untuk meminta-minta. Bisa jadi benar, tapi yang namanya memberi kita harus ikhlas terlepas dari berbagai pembenaran untuk tidak memberi kan..